Rabu, 21 Desember 2011

PERANAN OBYEK WISATA TERHADAP PERKEMBANGAN PARIWISATA DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA


 
Obyek wisata adalah sebuah tempat rekreasi atau tempat berwisata. Obyek wisata dapat berupa obyek alam seperti gunung, danau, sungai, pantai, laut. Sedangkan yang berupa obyek wisata bangunan seperti museum, situs peninggalan sejarah, dan lain-lain.
Yogyakarta adalah tempat wisata yang tidak asing lagi dimata orang ataupun di berbagai manca Negara. Disitu banyak berbagai tempat-tempat obyek pariwisata yang sangat penting, bersejarah dan mempunyai keunikan tersendiri dengan ciri khasnya masing-masing. Tempat-tempat obyek pariwisata tersebut misalnya: Monumen Jogja Kembali (Monjali), Kraton Yogyakarta, Malioboro, Tamansari, Gembira Loka, Pantai Parangtritis, Candi Prambanan dan lain sebagainya.
Dengan banyaknya obyek wisata di Yogyakarta ini, maka akan sangat berpengaruh bagi perkembangan pariwisata di Yogyakarta khususnya.
PERANAN OBYEK WISATA
1.      Sebagai Industri Pariwisata
Hubungan periwisata dengan aspek ekonomis, pariwisata dapat dikatakan sebagai industri pariwisata, jika di dalam industri tertentu ada suatu produk tertentu, di dalam industri pariwisata yang disebut produk tertentu tersebut adalah kepariwisataan itu sendiri. Seperti halnya di suatu industri ada konsumen, ada permintaan, ada penawaran, dimana produsen mempunyai tugas untuk menghasilkan suatu produk agar dapat memenuhi permintaan. Pada industri pariwisata konsumen yang dimaksud adalah wisatawan. Wisatawan mempunyai kebutuhan dan permintaan-permintaan yang harus dipenuhi dan pemenuhan kebutuhan tersebut dengan sarana uang.


2.      Meningkatkan pendapatan daerah
Pariwisata merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam ekonomi karena perkembangan pariwisata meningkatkan pendapatan daerah setempat.
3.      Sebagai lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar
Munculnya komunitas pedagang di sekitar lokasi untuk menambah pendapatan dan meningkatkan jumlah pengunjung, karena merupakan salah satu fasilitas yang tersedia dan mudah dijangkau.
4.      Memperkenalkan kebudayaan kepada para wisatawan.
Optimalisasi Pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta
·         Optimalisasi Pemasaran dan Kerjasama Pariwisata yang akan mendatangkan wisatawan ke Kota Yogyakarta serta menjadikan Kota Yogyakarta sebagai kota wisata yang terkemuka. Pemasaran pariwisata juga bertujuan untuk mengembalikan citra Yogyakarta sebagai kota wisata yang aman dan berkesan untuk dikunjungi.
·         Pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas Wisata Minat Khusus sebagai alternative lain bagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Yogyakarta serta dapat menambah daya tarik dan lama tinggal wisatawan di Kota Yogyakarta. Wisata minat khusus yang dikembangkan antara lain wisata belanja, wisata pendidikan, wisata budaya, wisata sejarah, wisata kuliner, wisata konvensi, dan sebagainya.
·         Pengembangan Kawasan Wisata beserta potensi yang ada di dalamnya sebagai obyek wisata alternative yang dapat dikunjungi oleh para wisatawan.
·         Peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan industri pariwisata sebagai fasilitas yang diberikan kepada wisatawan.
·         Peningkatan kualitas dan kuantitas atraksi seni tradisional, kontemporer, maupun modern baik secara regular maupun incidental, khususnya kesenian yang dipentaskan di malam hari sehingga menghidupkan malam-malam di Kota Yogyakarta.
·         Memperbanyak event-event wisata, seni dan budaya, ekspo, maupun konvensi berskala local, regional, nasional, maupun internasional.
·         Pengembangan dan pembinaan kesenian dan kebudayaan berbasis masyarakat dan kewilayahan sebagai penyangga utama kepariwisataan di Kota Yogyakarta.
·         Pengembangan dan peningkatan kuantitas serta kualitas fasilitas, sarana dan prasarana yang menunjang keindahan dan kenyamanan Kota Yogyakarta.
·         Peningkatan kesadaran masyarakat dan seluruh stake holder terhadap persoalan kepariwisataan di Kota Yogyakarta.
·         Kemudahan aksesbilitas bagi siapapun yang berkunjung ke Kota Yogyakarta.
PARIWISATA DAN PENGARUHNYA
Menurut Hari Hartono  (1974:45), peranan pariwisata dalam pembangunan negara pada garis besarnya berintikan tiga segi, yaitu segi ekonomis (sumber devisa, pajak-pajak), segi sosial (penciptaan lapangan pekerjaan), dan segi kebudayaan (memperkenalkan kebudayaan kita kepada wisatawan-wisatawan asing).
Kemudian dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1988 ditegaskan bahwa pembanguanan kepariwisataan perlu ditingkatkan dengan mengembangkan dan mendayagunakan sumber dan potensi kepariwisataan nasional menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk memperbesar penerimaan devisa, memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja terutama bagi masyarakat setempat (Tap MPR RI No. II/MPR/1988). Dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1988 dijelaskan bahwa tujuan tujuan pengembangan pariwisata adalah meningkatkan penerimaan devisa negara dan memperluas kesempatan kerja.
Bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia,pembangunan dan pengembangan kepariwisataan membawa konsekuensi. Konsekuensi itu adalah timbulnya dampak sosial budaya yang merugikan kelestarian kebudayaan yang bersamngkutan (S.Budhisantoso, 1991/1992:27). Sementara itu GBHN 1988 mengisyaratkan bahwa dalam pembangunan kepariwisataan tetap dijaga terpeliharanya kepribadian bangsa dan kelestarian serta mutu lingkungan hidup.
Sebenarnya timbulnya dampak sosial budaya sebagaikonsekuensi dari pengembangan pariwisata itu dapat dilihat sebagai dampak yang positif dan dampak yang negatif. Dampak positif merupakan keuntungan berkembangnya pariwisata dan dampak negatif perlu ditelusuri sebagai kerugian yang timbul akibat pengembangan pariwisata. Pada hakekatnya ada tiga bidang pokok yang kuat dipengaruhi, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan (I Nyoman Erawan. 1987:47).
1.      Dampak Positif
Dampak positif yang menguntungkan adalah dalam bidang ekonomi. Adanya pariwisata mendatangkan pendapatan devisa negara dan terciptanya kesempatan kerja yang berarti mengurangi jumlah pengangguran serta adanya kemungkinan bagi masyarakat di daerah wisata untuk meningkatkan pendapatan dan standart hidup mereka (Emanuaal de Kadt, 1979:11). Hal ini diperkuat oleh David C Mc. Cleland yang mengatakan bahwa pariwisata mampu memberikan kesempatan kerja dan pekerjaan yang timbul tidak memerlukan pendidikan dan ketrampilan (I Nyoman Erawan, 1987: 47).
            Dampak positif yang lain dengan adanya pariwisata ini adalah perkembangan atau kemajuan kebudayaan, terutama pada unsur budaya teknologi dan sistem pengetahuan. Kemajuan teknologi yang dibarengi dengan tingkat pengetahuan yang maju pula akan membawa masyarakat penerima wisatawan mampu menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman atau modernisasi. Walau di satu pihak kehadiran pariwisata ini akan menimbulkan dampak negatif terhadap kebudayaan. Untuk itu perlu kita waspadai (R.M Soedarsono, 1991:3).
2.      Dampak negatif
Dampak negatif yang merupakan kerugian tampak menonjol dalam bidang sosial, yaitu pada gaya hidup masyarakat di daerah penerima wisatawan. Gaya hidup masyarakat ini tampak pada perubahan sikap, tingkah laku, perilaku karena kontak langsung dengan para wisatawan yang berasal dari budaya yang berbeda. Gaya hidup wisatawan asing diperhatikan oleh warga masyarakat dan ditiru begitu saja.
            Dalam  bidang kebudayaan terjadi komersialisasi budaya. Tempat suci atau ziarah diangkat dijadikan obyek wisata, tari-tarian sakral, dan adat istiadat diangkat dari lingkungan yang normal dipergelarkan untuk memuaskan kebutuhan para wisatawan. Kemudian dalam bidang lingkungan hidup terjadi pengrusakan. Penebangan pohon untuk digunakan tempat pembangunan hotel-hotel (Marcel Beding, 1990: 32).
INDUSTRI PARIWISATA DAN PENGARUHNYA
            Yogyakarta yang tumbuh dan berkembang sebagai daerah wisata diawali sejak tahun 1970-an. Bahkan dalam dunia kepariwisataan, Yogyakarta mendapat predikat sebagai daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Bali. Olrh karena itu sebagai konsekuensinya, Yogyakarta harus memelihara dan mengembangkan obyek-obyek pariwisata, baik obyek wisata alam maupun wisata budaya. Di samping itu perlu mempersiapkan dan menyediakan sarana-sarana pendukung pariwisata seperti transportasi dan hotel atau tempat-tempat penginapan.
            Untuk kepentingan yang berkaitan dengan perkembangan pariwisata di daerah Yogyakarta, pihak pemerintah daerah Yogyakarta dalam hal ini Dinas Pariwisata dan juga bada swasta seperti PT Taman Wisata Borobudur-Prambanan, melakukan pembenahan diri dengan membangun, menata dan memperluas daerah obyek-obyek wisata di Yogyakarta. Obyek-obyek wisata yang dimaksud antara lain Prambanan yang diperluas menjadi Taman Wisata Prambanan oleh PT Taman Wisata Borobudur-Prambanan dan Ratu Boko, Pantai Parangtritis, Gua Kiskenda oleh Pemerintah Propinsi DIY, dalam hal ini Dinas Pariwisata. Sementara itu daerah Pawirotaman, Kelurahan Brontokusuman, Mergangsang, Kotamadya Yogyakarta dikembangkan sebagai daerah khusus untuk penginapan atau guest house yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai bagi wisatawan.
            Berkembangnya daerah pariwisata di DIY menumbuhkan harapan-harapan masyarakat, terutama masyarakat di sekitar kawasan wisata. Harapan yang muncul berkenaan dengan berkembangnya industri pariwisata itu berkisar pada meningkatnya kehidupan ekonomi masyarakat, antara lain dengan terbukanya kesempatan berusaha dan terbukanya lapangan kerja. Meningkatnya pendapatan masyarakat akan mengangkat harkat dan kesejahteraan serta hidup lebih baik.
Dampak Pariwisata terhadap Kesenian
            Kesenian, khususnya pertunjukan seni tari,dalam melayani kebutuhan wisata itu melahirkan pertunjukan-pertujukan singkat tapi padat serta penuh variasi. Bentuk penyajian seni untuk wisatawan lebih merupakan reproduksi dalam bentuk kecila atau mini (R.M soedarsono. 1986: 5). Tampaknya dalam pengembanagan pariwisata di daerah Yogyakarta terhadap kesenian, khususnya seni prtunjukan melahirkan seni kemasan. Maksud seni kemasan ini adalah mempersingkat waktu pertunjukan demi efisiensi dan ekonomis. Lagi pula kota lebih bersifat dinamis. Ini tidak ada pada masyarakat desa. Bila tidak diperhatikan ketimpangan ini akan memunculkan semacam kecemburuan sosial. karena itu perlu prencanaan upaya meratakan rejeki pariwisata sampai ke daerah pedesaan. Caranya menggunakan desa-desa sebagai obyek wisata dan mengarahkan agar para wisatawan mancanegara dapat masuk ke sana (Hasbullah Asyori, 1992).
Dampak Pariwisata terhadap Teknologi
            Dalam kebudayaan manusia, teknologi merupakan salah satu di antara ketujuh unsur kebudayaan pakaian atau busana. Datangnya wisatawan asing disatu pihak menguntungkan daerah yaitu bila dihitung untuk pemasukan pendapatan daerah, tetapi disatu pihak yang lain menimbulkan dampak perubahan cara berpakaian kebudayaan manusia itu sendiri, unsur teknologi ini merupakan indikator yang kuat. Sementara itu, J.W Schoorl (1980:8) mengatakan bahwa dasar teknologi itu membuka kemungkinan untuk bermacam-macam perkembangan kebudayaan meskipun dalam batas-batas yang ditentukan oleh teknologi itu. Unsur budaya teknologi merupakan tolok ukur untuk menyatakan suatu kebudayaan suku bangsa atau bangsa itu maju. Kemajuan kebudayaan itu sendiri menunjukkan perkembangan dari suatu masyarakat. Ini hanya dapat terjadi karena proses sentuhan diantara dua budaya yang saling mempengaruhi, yang terjadi karena berlangsungnya kontak antara bangsa yang berbeda budaya.
            Selain pakaian atau busana dan cara berpakaian, berkembangnya pariwisata terutama di Yogyakarta juga membawa dampak penggunaan peralatan atau perlengkapan hidup walaupun terbatas pada kelompok-kelompok sosial tertentu. Peralatan atau perlengkapan hidup yang dimaksud adalah perlengkapan makan, dapur, dan lain sebagainya.
            Dampak pengembangan pariwisata di daerah Yogyakarta yang bersifat alih fungsi teknologi itu misalnya pada bangunan-bangunan tempat tinggal dan juga tampak pada alat transportasi.
Dampak Pariwisata terhadap Perilaku Masyarakat
            Dampak pengembangan pariwisata juga berpengaruh pada perilaku masyarakat, terutama masyarakat disekitar obyek wisata. Misalnya kita lihat pada masyarakat Prawirotaman yang sepanjang jalan Prawirotaman ini adalah penginapan atau guest house yang tamunya adalah wisatawan mancanegara. Sedikit banyak, karena berhubungan langsung, maka diantara individu warga masyarakat itu akan berperilaku yang kadang menyimpang dari norma-norma sosial yang berlaku.

Dampak Pariwisata terhadap Kehidupan Beragama
            Dampak perkembangan pariwisata di daerah Yogyakarta terhadap kehidupan beragama tidak tampak. Dalam kepariwisataan yang pada umumnya objeknya adat-istiadat atau upacara-upacara adat. Di Yogyakarta anatara kepentingan agama dan adat istiadat itu terpisah. Karena itulah perkembangan pariwisata tidak berpengaruh terhadap kehidupan beragama.
            Berdasarkan pembahasan di atas, mengenai dampak pariwisata dapat ditarik kesimpulan bahwa perkembangan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta membawa dampak terhadap kehidupan sosial budaya. Diantara dampak yang menonjol adalah terhadap kehidupan ekonomi. Dampaknya terhadap teknologi lebih bersifat alih fungsi dan mode baru sebagai upaya mengimbangi selera wisatawan. Kemudian terhadap perilaku masyarakat yang mempunyai kesempatan berhubungan dengan wisatawan. 
Jadi peranan obyek wisata terhadap perkembangan pariwisata di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain adalah sebagai Industri Pariwisata, meningkatkan pendapatan daerah, sebagai lapangan pekerjaan bagi penduduk sekitar, dan memperkenalkan kebudayaan kepada para wisatawan.


Sumber:
Gatut Murniatmo.1993. Dampak Pengembangan Pariwisata. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
I Gede Pitana, dan Putu G.Gytri. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: Andi.

Pengaruh Komunikasi Massa terhadap Modernisasi dan Kelestarian Bangsa


A.    Arti, Ciri, dan Fungsi Komunikasi Massa
1.      Arti komunikasi massa
Yang dimaksud dengan komunikasi massa ialah komunikasi melalui media massa modern. Dan media massa ini adalah surat kabar, film, radio, dan televisi. Everett M.Rogers, berpendapat bahwa selain media massa modern, ada media massa tradisional yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain sebagainya.
Jadi yang diartikan komunikasi massa ialah penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Pembaca surat kabar, pendengar radio, penonton televisi dan film, tidak tampak oleh si komunikator.dengan demikian maka jelas bahwa komunikasi massa atau komunikasi melalui media massa sifatnya “satu arah” (one way traffic).
2.      Ciri komunikasi massa
a.       Sifat komunikan
Komunikasi massa ditujikan kepada khalayak yang jumlahnya relatif besar, heterogen, dan anonim.
b.      Sifat media massa
Sifat media massa ialah serempak cepat. Yang dimaksud dengan keserempakan (stimultaneity) di sini ialah keserempakan kontak antara komunikator dengan komunikan yang demikian besar jumlahnya. Pada saat yang sama media massa dapat dapat membuat khalayak secara serempak menaruh perhatian kepada pesan yang disampaikan oleh komunikator.
c.       Sifat Pesan
Sifat pesan melalui media massa ialah umum (public). Media massa adalah sarana untuk menyampaikan pesan kepada khalayak, bukan untuk sekelompok orang tertentu. Sifat lain dari pesan melalui media massa adalah sejenak (transient), hanya untuk sajian seketika.
d.      Sifat komunikator
Karena media massa adalah lembaga atau organisasi, maka komunikator pada komunikasi massa, seperti wartawan, sutradara, penyiar radio, atau penyiar televisi adalah komunikator terlembagakan (institutionalized communicator).
e.       Sifat efek
Efek komunikasi yang timbul pada komunikan tergantung kepada tujuan komunikasi yang dialakukan oleh komunikator.
3.      Fungsi komunikasi massa
Fungsi komunikasi massa adalah:
a.       Menyiarkan informasi (to inform)
b.      Mendidik (to educate)
c.       Menghibur (to entertain)
Seorang penyokong teori fungsi, yaitu Robert K.Merton, telah membedakan antara fungsi-fungsi konsekuensi suatu aktivitas sosial dan tujuan atau maksud di belakang aktivitas tersebut. Istilah konsekuensi dari Merton ditujukan untuk fungsi nyata (manifest function) yang didinginkan dan fungsi-fungsi tersembunyi (latent functions) yang tidak diinginkan. Ia juga menyatakan bahwa tidak semua konsekuensi dari suatu aktivitas mempunyai nilai positif untuk suatu sistem sosial dimana konsekuensi itu terjadi atau bagi kelompok-kelompok atau individu-individu yang terlibat di dalmnya. Konsekuensi yang tidak diinginkan ditinjau dari kesejahteraan masyarakat atau anggotanya disebut disfunction. Setiap tindakan bisa memiliki efek-efek fungsional dan disfungsional.
B.     Konsep tentang Modernisasi
Para sarjana Barat berpendapat, bahwa titik tolak pendefinisian modernisasi bukan dari ciri masyarakat, melainkan dari ciri manusianya.pengertian modernisasi bertitik berat pada cara berfikir baru (new ways of thinking) yang memungkinkan orang-orang menciptakan dan membuat masyarakat modern, industri modern, dan pemerintah modern. Mereka beranggapan bahwa masyarakat modern diberi ciri oleh perkembangan pengetahuan baru, kapasitas untuk mengerti bahasa alam dan menerapkannya bagi kesejahteraan manusia.
Para cendekiawan Indonesia pada umumnya mempunyai pendapat yang sama, bahwa modernisasi di Indonesia merupakan proses pergeseran dari masyarakat kebudayaan agraris pedesaan ke masyarakat kebudayaan industri perkotaan. Mereka sama-sama berpendapat, bahwa makna modernisasi tidak dapat diartikan sebagai kebalikan dari tradisional, dan bahwa apa yang berbau tradisional tidak selalu buruk.
Persoalan modernisasi adalah masalah kebahagiaan. Kenyataan menunjukkan bahwa, dalam upaya mencapai kebahagiaan masyarakat, terjadi pertarungan antara kelompok tetentu dengan selera tertentu untuk kebahagiaan kelompok lain yang yang mempunyai selera lain. masing-masing berusaha menciptakan masyarakat sesuai dengan seleranya sendiri.
Ahli-ahli ekonomi beranggapan, bahwa ekonomi adalah yanh lebih penting dari segalanya. Modernisasi bagi kelompok ini adalah modernisasi ekonomi.
Para agamawan menganggap agama lebih penting daripada yang lain. kelompok ini bersedia berkelahi, bahkan kalau perlu berperang jika agama mereka ditindas.
Orang-orang politik mengklaim “politik sebagai panglima”. Kelompok ini menganggap politik mahapenting karena segalanya ditentukan oleh politik
Pentingnya konsep modernisasi ialah untuk mencegah terjadinya pertarungan antara kelompok yang satu dengan yang lainnya akibat rasa diri paling penting, juga untuk menjaga jangan sampai terjadi benturan-benturan antara nilai yang satu dengan nilai yang lainnya.
Konsep modernisasi dapat menunjukkan jalan ke arah terintegrasikannya semua kelompok dalam masyarakat untuk mencapai tujuan yang ditetapkan, dan memberikan petunjuk nilai-nilai mana yang harus dipertahankan, mana yang harus dikembangkan, mana yang harus diubah.
Konsep modernisasi perlu karena merupakan konsep pemerintah untuk menjamin terlaksananya secara efektif dan efisien.
C.    Makna Kelestarian Bangsa
Istilah “kelestarian dan istilah “bangsa” sudah jelas dan dan gamblang artinya. Yang perlu diberi penegasan ialah kalau kedua istilah itu digabungkan hingga menjadi satu istilah.
Makna kelestarian bangsa harus jelas dulu, kemudian menjadi mapan, sebab modernisasi harus selaras dengan kelestarian bangsa. Kalau makna kelestarian bangsa kabur sehingga kemudian menjadi goyah, maka pelaksanaan modernisasi akan menjumpai beberapa problema.
Berdasarkan hal di atas, kelestarian bangsa memerlukan suatu konsep. Dalam hubungan ini, konsep Ketahanan Nasional dari ABRI bisa dijadikan konsep kelestarianbangsa, setidak-tidaknya dijadikan pola dengan mengambil unsur daripadanya. Tampaknya makna Ketahanan Nasional identik dengan makna kelestarian bangsa.
Lemhannas merumuskan Ketahanan Nasional sebagai:
“Kondisi dinamik suatu bangsa, berisi keuletan dan ketangguhan, yang mengandung kemampuan mengembangkan Kekuatan Nasional, dalam menghadapai dan menghadapi segala tantangan dan ancaman dari dalam dan luar, yang langsung atau tidak langsung membahayakan kehidupan bangsa dan membahayakan perjuangan mengejar Tujuan Nasional.
Rumusan Ketahanan Nasional meliputi empat pertanda, meskipun demikian keempat pertanda ini merupakan suatu kebulatan dan saling berhubungan (bergantung).
Keempat pertanda tersebut adalah:
1.      Kepribadian Nasional
Kepribadian Nasional dapat dijabarkan sebagai:
a.       Keseluruhan sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia yang merupakan ciri-ciri khusus (mental/spiritual-fisik/material) yang membedakannya dengan bangsa-bangsa lain.
b.      Pencerminan kebudayaan Indonesia yang diukur dari keseluruhan cipta, cita, rasa, karsa, dan karyanya yang bersendikan Pancasila.
c.       Nilai-nilai yang meliputi
1)      Kesadaran berbangsa Indonesia
2)      Kebangsaan akan tradisi dan sejarah bangsanya
3)      Kesediaan mengabdi dan berkorban untuk bangsa dan negara
4)      Peranan senasib dan sepenanggungan dengan sesama warga bangsa Indonesia.
2.      Persatuan dan Kesatuan Nasional
Pertanda yang kedua, yakni Persatuan dan Kesatuan Nasional, berarti:
a.       Suasana persatuan yang ditandai oleh adanya kehidupan yang rukun dan damai, bebas dari segala perselisihan.
b.      Suasana kesatuan yang ditandai oleh adanya ikatan yang kokoh di antara para anggota masyarakat, berwujudkan loyalitas, kebanggaan, saling pengertian, dan kerja sama.
3.      Kemampuan Nasional
Kemampuan Nasional sebagai pertanda ketiga dapat dijelaskan  sebagai berikut:
a.       Kemampuan Nasional adalah suatu kondisi, baik mental spiritual maupun fisik/materi, yang dimiliki oleh bangsa sebagai sarana dan syarat untuk mamcapai, mempertahankan, dan memelihara tujuan nasional.
b.      Kemampuan Nasional pada dasarnya terdiri atas dua unsur, yakni:
1)      Perasaan daya mampu
2)      Kemampuan yang nyata
Perwujudan kedua unsur ini merupakan nilai dan ketangkasan juang yang meliputi segala aspek kehidupan.
c.       Kemampuan diperoleh pada taraf pertama melalui pendidikan/kursus/ latihan yang kemudian dikembangkan dalam praktek sehingga mewujudkan hasil yang nyata.
4.      Disiplin Nasional
Pertanda yang terakhir, yakni disiplin nasional, berarti:
a.       Pernyataan sikap mental bangsa yang melahirkan penyesuaian antara tingkah laku dan perbuatan dengan kaidah-kaidah yang berlaku bangsa dan negara dengan dilandasi oleh keikhlasannya.
b.      Wujud kesadaran berbangsa dan bernegara, yang menimbulkan rasa tanggung jawab terhadap negara dan bangsa.
Konsep Ketahanan Nasional dengan keempat pertanda di atas mengandung unsur-unsur yang dapat dijadikan unsur bagi konsep kelestarian bangsa. Konsep Kelestarian bangsa perlu pengesahan secara luas sehingga segala kegiatan dalam hubungannya dengan modernisasi terarah kepadanya.
D.    Pengaruh Komunikasi Massa terhadap Modernisasi dan Kelestarian Bangsa
Prof.Dr. Koentjaraningrat, dalam karyanya yang berjudul “Modernisasi Bukan Westernisasi” menyatakan, bahwa modernisasi dapat dilaksanakan dengan memberikan contoh persuasi, penerangan, pendidikan, dan sistem perangsang.
Dalam karya Alex Inkeles, “The Modernisation of Man” mengatakan, bahwa diri manusia modern terdiri dari dua hal : internal dan eksternal. Yang pertama meliputi sikap, nilai dan perasaan,yang kedua menyangkut lingkungan. Dalam hubungan ini ia menyatakan bahwa komunikasi massa merupakan faktor yang sangat berpengaruh.
Teknologi elektronik yang semakin maju telah menyebabkan dunia semakin kecil. Pesan komunikasi (communication message) yang dahulu tidak mungkin disampaikan pada suatu tempat, dengan radio atau televisi melalui satelit Palapa sekarang dapat sampai bukan dalam ukuran hari, jam atau menit, melainkan detik.
Kita terpukau oleh produk revolusi elektronik itu , lupa bahwa ia bisa merusak nilai-nilai yang dapat berpengaruh pada kelestarian bangsa.
Komunikasi, terutama komunikasi massa, dengan fungsinya sebagai sarana hiburan, penerangan, dan pendidikan, menimbulkan pengaruh positif. Tetapi kalau kurang keterampilan, pengetahuan dan kewaspadaan pihak yang menanganinya, pengaruh negatif juga tidak kecil.
Program film seri yang disajikan saluran televisi tiap  hari merupakan salah satu contoh. Orang kini tidak perlu susah-susah keluar rumah untuk menonton film di bioskop. Film dengan ceritera mulai dari yang menampilkan ciuman sampai dor-doran sekarang datang di rumah. Anak-anak yang biasanya dicegat di pintu gedung bioskop, dan orang-orang tertentu seperti umpamanya Bapak-bapak Haji yang biasanya malu untuk antri tiket bioskop, kini bebas menonton di rumahnya masing-masing, mulai dari film sadis sampai erotis.
Dewasa ini trailer-trailer film dari film Indonesia yang akan dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop bulan mendatang yang nota bene menyajikan adegan ranjang, pertengkaran suami-istri, perkelahian, kebut-kebutan, club malam, kemewahan, dan sebagainya yang bertentangan dengan nilai-nilai moral Indonesia yang dianjur-anjurkan dipertunjukkan di layar televisi. Bahkan oleh satelit Palapa kini film-film yang mengandung kisah-kisah seperti itu diperluas sampai ke seluruh Indonesia.
Dari satu pihak kita merasa “bangga” dengan kemampuan menggunakan produk elektronika hasil usaha dan penelitian bangsa lain, di pihak lain kita merasa pesimistis dengan kurangsiapan masyarakat yang 80% itu menerima pesan-pesan yang disebarluaskan, yang pengaruhnya dapat merusak nilai-nilai yang justru harus dipertahankan, dipelihara, bahkan dikembangkan.
Dalam hubungannya dengan modernisasi, baik komunikasi massa (mass communication), komunikasi kelompok (group communication), maupun komunikasi antarpesona (interpersonal communication), akan merupakan sarana efektif untuk menyajikan contoh, persuasi, penerangan, dan pendidikan. Itu pun kalau dilakukan dengan planning dan programing secara integral menyeluruh berdasarkan metode-metode ilmiah, dan apabila pihak pengelolanya dilengkapi dengan knowledge dan knowhow. Jika tidak demikian, media massa bukannya functional, melainkan disfunctional. Modernisasi bukannya kontruktif, melainkan destruktif, lebih jauh lagi akibatnya akan mengancam kelestarian bangsa.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, media massa mutakhir yang kita manfaatkan sekarang perlu diimbangi dengan pengelolaan pesan komunikasi yang mantap berencana dan integral menyeluruh. Ini perlu dilembagakan secara khusus dengan membawa unsur-unsur dari Departemen Penerangan, Departemen P dan K, Departemen Agama, dan departemen-departemen lainnya serta tokoh-tokoh masyarakat dengan fungsi sebagai pengarah dan penasihat.
Dengan demikian, proses modernisasi dan dinamika kelestarian bangsa akan berlangsung selaras dan seirama.